Batik
merupakan salah satu seni tradisional Indonesia yang masih memiliki banyak
penggemar, baik lokal ataupun internasional, tua ataupun muda dan jumlahnya
terus bertambah.
Ternyata motif batik yang cantik dan
geometris bisa dihasilkan dengan pola rumus matematis. Dari penemuan Nancy
Margried Panjaitan (32) dan dua temannya, motif batik diciptakan
melalui komputer dengan sebuah software . Sebuah software aplikasi
bernama J-Batik telah hadir untuk membantu pengguna merancang motif batiknya
sendiri menggunakan rumus matematika. Penggabungan seni tradisional dan metode modern ini dinamakan
Batik Fractal dan hasilnya dapat digunakan untuk membuat baju, sepatu, maupun
furniture. Maka dengan begitu bisa dikatakan Pertumbuhan seni
tradisional yang satu ini pun semakin kuat seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern.
Apa sebenarnya batik fraktal?
Fraktal adalah salah satu cabang ilmu
matematika yang berfokus pada pengulangan, dimensi, literasi, dan pecahan.
Semua motif batik pasti mengandung unsur ini. Akhir 2006 lalu saya kumpul
bersama dua teman, Muhamad Lukman dan Yun Hariadi. Mereka berasal dari jurusan
arsitektur dan matematika ITB.
Lukman yang saat itu sedang membuat
tesis iseng mendesain bunga di laptopnya. Saya lihat, kok, lucu bunga itu.
Malah mirip batik. Ternyata pola matematis dapat membentuk gambar geometris
yang erat terlihat pada motif batik. Lalu, Yun meriset 300 motif batik
Indonesia. Sebagai alat kerjanya, kami perlu software yang dirancang oleh teman-teman programmer
. Jadilah sebuah software bernama JBatik.
Sulitkah prosesnya?
Agak sulit dan cukup panjang karena
gabungan ilmu pengetahuan, seni, dan teknologi. Kami berdiskusi dengan dosen, programmer
, para ahli batik, hingga perajin batik itu sendiri. Sampai akhirnya yakin
temuan ini sah sebagai ilmu pengetahuan dan dapat dikategorikan sebagai seni.
Lalu?
Saat ide batik fraktal tercetus, kami
coba terapkan jadi produk kain batik. Pada 2007 hasil riset kami “Batik
Fractal, from Traditional Art to Modern Complexity” juga lolos seleksi
untuk dipresentasikan dalam ajang Committee of 10th Generative Art
International Conference in Politecnico, di Milan, Italia.
Meski yang bisa berangkat hanya satu
orang, Lukman, tak disangka sambutannya sangat baik. Terdorong untuk
merealisasikan penemuan ini, pada 2009 Batik Fractal mulai dibisniskan dengan
bendera Piksel Indonesia. Tadinya hanya orang-orang terdekat saja yang beli.
Lalu menyebar hingga ke Australia, Inggris, dan Swiss. Bangga juga bisa membawa
nama Indonesia. Terlebih batik fraktal termasuk kategori seni yang dibuat
dengan sistem, yakni matematika.
Identik dengan matematika, bagaimana
menjelaskannya kepada konsumen dan pembatik?
Imajinasi itu luas, sedangkan
pemikiran terbatas. Kehadiran batik fraktal diharapkan bisa mengakomodasi
imajinasi pada desainer batik. Biasanya pembatik buat sketsa dulu di kain. Nah,
dengan software JBatik hanya sekali klik pada tetikus komputer, mereka
bisa memodifikasi motif bahkan membuat desain baru. Hasilnya motif makin
beragam, produksi meningkat, harga bersaing, keuntungan makin banyak.
Batik fraktal ini memang bisa jadi
batik print . Tapi sejak awal kami justru ingin mempermudah pelestarian
kain tradisional Indonesia. Setelah pola desain jadi, dicetak di atas kain,
baru dikerjakan dengan proses tradisional dengan cap atau canting. Penggunaan
malam serta proses pewarnaan membuat kualitas batik fraktal tak kalah dengan
batik tradisional.
Motif apa saja yang dihasilkan?
Beberapa di antaranya motif batik
Buketan (Pekalongan), Kangkungan (Cirebon), Parang Rusak (Yogyakarta), dan
Banji yang dipengaruhi budaya Tionghoa.
Apa tantangannya ketika itu?
Semua memang dimulai dengan modal
minim, hanya Rp 1 juta. Tak mudah membuat batik fraktal diterima masyarakat
Indonesia. Demi mengerti teknik dan proses pembuatan batik tradisional, saya
dan teman-teman keliling Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan dengan dana
sendiri. Sepulang dari Milan, kami bertiga ingin memperkenalkan hasil
penelitian ini. Istilahnya harus sowan pada pembatik. Semangat entrepreneurship
juga belum ramai seperti sekarang. Ada yang mendukung, banyak pula yang
hanya bicara saja.
Sementara para pembatik malah senang
dan ingin dibantu. Namun mereka terbentur soal akses teknologi. Ada juga yang
sekadar mau, namun malas belajar. Senangnya, banyak juga yang sadar manfaat software
JBatik dan berkonsultasi. Selain lewat pelatihan, software ini
juga bisa dimiliki dengan harga terjangkau, mulai dari 30 dolar AS per license
(CD kepingan). Permintaannya kebanyakan dari personal user
yang berjiwa wirausaha.
Tapi tetap saja ada pengalaman tak
enak. Saya pernah dimarahi juragan batik tradisional ketika menjadi pembicara
di sebuah workshop . Mereka bilang, kami menumpang ketenaran batik
Indonesia. Anggapannya software ini akan melibas batik
tradisional. Pernah juga dimarahi seorang desainer tenar karena kami dianggap
merusak nilai luhur batik Indonesia. Perlahan saya coba jelaskan manfaatnya.
Apa yang dikerjakan saat ini?
Saat ini tim di Piksel Indonesia ada
tujuh orang. Saya sebagai CEO. Selain mendesain dan memproduksi, kami juga
meriset. Misalnya, sisi positif dan negatif industri batik bagi lingkungan
sekitar. Untunglah tim saya solid sekali. Mudah-mudahan bisnis yang berawal
dari pertemanan ini langgeng dan terus berkembang. Kalaupun ada masalah,
sebagai orang dewasa pasti bisa dibicarakan.
Karena kami semua berbeda latar
belakang pendidikan, jadi saling mengisi. Dua core bisnis Piksel
Indonesia adalah produk batik dan software . Kami juga bekerjasama
dengan para pelaku UKM batik. Sistemnya bagi hasil. Desain dari saya, mereka
bagian produksinya. Jadi beli putus. Yang terpenting ada perjanjian hukum
tentang hak cipta supaya tidak dibajak orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar